Kucoba lalui hari-hariku dalam kehampaan, mengitari
peradaban zaman tanpa ada yang mendampingiku. Kubuktikan aku tetap tegar
berdiri melawan kegetiran hatiku bersama sang waktu, yang mana selalu
mencampakan semua kepedulian terhadapnya, kurajut kembali benang-benang kita
yang kusut, jadikan selimut kehangatan yang akan menemaniku disetiap aku
membutuhkan hangatnya sebuah belaian kasih sayang. Ku bercermin dari
kepribadianku,
bahwa bukanlah suatu kekejaman akhir dari suatu perjumpaan, tapi sebagai sebuah
momentum pengalaman bagi setiap insan yang bertalian dengannya. Akankah inilah
awal dari sebuah peradaban baru bagi diriku, dan selayaknya mesti demikian
harus kujalani, walaupun diperhadapkan dengan berjuta prahara yang siap menentang
langkahku. Dunia ini adalah sebuah persinggahan kita, tempat berpijaknya kaki
dan semua persoalan hidup manusia, juga sebagai tempat peristirahatan sementara
untuk menuju keabadian hakiki yang nyata, tempat melepaskannya kepenatan dunia
yang penuh dengan kepalsuan dan syarat akan teka-teki yang tak pasti.
Aku tetap dalam kesendirianku, mencoba
merenungi kehidupan ini, kehidupan yang terus menyeretku kedalam kenistaan yang
penuh dengan kekejian dan kekejaman, diantara dosa-dosa yang kian terus membuntuti
alam pikiranku dan takan pernah berhenti menyalami dengan kenikmatan dunia dan
perhiasannya. Dan baru kumengerti semuanya hanya penipuan hawa nafsu belaka,
hingga kulupa bentuk wajahku, ku tak terbayangkan lagi awal kejadianku yang
sempurna dan suci itu, seyogiyanya kita mesti mengenali diri kita sendiri.
Masih dalam kesendirianku, tertegun
dipersimpangan alam pikiran dan mengiming-iming akan sebuah pengharapan.
Kupaksakan tetap bertahan menentukan arah yang pasti. Melangkah, dan susuri
tangga demi tangga dihadapanku, yang konon katanya, penuh onak dan duri,
berliku-liku dan terjal nan curam. Tapi, itulah kehidupan, kita harus bergeluti
dan berbaur dengan semua persoalan bahkan tantangan sekalipun, kadang kita tak
pernah mengerti bahwa segala persoalan hidup yang diperhadapkan kepada kita,
merupakan sunnahtullah yang dibaliknya tersimpan rahmat kenikmatan yang kita
tak pernah tahu sebelumnya.. Berbahagialah mereka yang penuh kerendahan dan
ketabahan hati menerima ujian-ujian hidupnya demi tercapainya “SEGALA YANG TERINDAH”…….
Bastiong. Februari, 2005
By : Impep “Ket@panG” Falez
Tidak ada komentar:
Posting Komentar